penulis adalah alumni KPI-FAI UMB, Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi UNIB
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki keanekaragaman yang luar biasa baik budaya, suka, ras, ataupun kepercayaan atau agama. Keberagaman menjadi kekuatan besar dari sebuah bangsa ketika mampu dijaga dan dipelihara dalam suatu ikatan persatuan (Anderson 1991). Keberagaman ini tentu patut disyukuri dan dijaga selalu agar terciptanya keharmonisan dan kerukunan antar suku, ras dan budaya dalam lingkungan masyarakat serta untuk memperkuat hubungan antar kelompok. Menurut (Anderson, 1991) ia menyatakan, “di Indonesia keberagaman dan kemajemukan etnis, agama, suku, dan ras yang seharusnya menjadi penghalang bergabungnya bangsa secara komprehensif malah menjadi pendorong kesadaran nasional untuk bersatu.” Indonesia menjadi contoh bagi negara-negara lain, karena indonesia mampu menjaga kerukunan antar umat bergama sampai saat ini. Moderasi beragama sangat diperlukan untuk untuk mencega terjdinya intoleransi dalam beragama dan yang paling besar yaitu konflik antar agama. Moderasi beragama yaitu sikap ataupun pandangan untuk berusaha mengambil posisi netral atau ditengah antara dua pandangan serta sikap untuk selalu berupaya saling mendengarkan dan melatih kemampuan untuk mengatasi perbedaan (Uhairi Misrawi Dan Lukman Hakim Saifuddin 2019).
Di Provinsi Bengkulu tepatnya di Desa Air Petai Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma merupakan salah satu Desa dengan Keberagaman agama yang bisa kita jumpai. Awalnya Desa ini adalah Transmigrasi, Pada tahun 2010 tepatnya tanggal 24 April Dusun Air Petai resmi menjadi desa pemekaran dari desa Babatan dengan Pjs. Kepala Desa Bapak Johari dari Desa induk Babatan, Di tahun 2024 desa Air Petai dipimpin oleh bapak Made Rayarto sebagai kades beliau bergama hindu. Penduduk Desa Air Petai berasal dari berbagai daerah yang berbeda-beda, dimana mayoritas penduduknya yang paling dominan berasal dari Suku Bali, Jawa, Batak dan Serawai.
Desa Air Petai tidak seperti Desa pada umunya, masyarakat desa Air Petai memiliki keistimewaan tersendiri yang belum tentu dimiliki oleh Desa lain, dalam satu Desa mereka memiliki tiga penganut agama yaitu agama islam, agama hindu dan agama Kristen, mereka hidup saling berdampingan dan memiliki tempat ibadah masing-masing yaitu masjid taqwa, pura dan gereja ini merupakan contoh nyata penerapan moderasi beragama di Indonesia. Dengan mengutamakan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, masyarakat desa ini mampu hidup berdampingan dalam keberagaman, serta menjaga toleransi antar umat beragama. Di Desa Air Petai, setiap warga sudah terbiasa menerima perbedaan sebagai bagian dari kehidupan. Sikap ini memungkinkan mereka hidup harmonis tanpa mempermasalahkan perbedaan keyakinan atau budaya. Bahkan dalam kegiatan sosial, masyarakat selalu berkolaborasi dan saling membaur tanpa ada sekat berdasarkan agama, suku, atau ras.
Yang lebih membuat kita merasa kagum dengan masyarakat Desa Air Petai adalah Keberagaman agama itu tidak hanya antar suku atau ras tetapi juga dalam sebuah bangunan rumah tangga. Menurut bapak Made Rayarto banyak keluarga di Desa Air Petai yang dalam satu rumah memiliki kepercayaan yang berbeda-beda atau berbeda agama dalam satu atap, misalnya ayahnya beragama islam, ibunya beragama hindu dan anaknya beragama Kristen, bapak Made Rayarto juga menuturkan ketika anak-anak muda di desa air petai dirasa sudah cukup dewasa, sudah bisa membedahkan mana yang baik dan buruk untuk mereka, maka mereka diberikan kebebasan untuk menentukan agamanya masing-masing sesuai dengan hati nurani mereka.
Made Rayarto dan tokoh agama Desa Air petai menjelaskan nilai tolerasi beragama dan saling menghargai memang sudah ditanamkan orang tua sejak kecil. Ketika masa kanak-kanakpun terkadang mereka bermain ditempat-tempat ibadah seperti masjid pura dan gereja. Masyarakat desa air petai sangat memegang teguh sikap toleransi, gotong royong dan keja sama, ketika ada acara pernikahan di Desa Air petai maka yang bertugas menjadi panitia konsumsi adalah saudara-saudara dari agama islam hal ini bertujuan agar semua masyarakat bisa menikmati hidangan tanpa ragu. Kerjasama ini sesuai dengan pendapat ahli bahwa “toleransi memacu kerjasama dan saling pengertian di antara umat beragama” (Riyanto 2010). Sikap toleransi bukan berarti bersikap netral saja tetapi harus diakutualisasikan dalam hubungan-hubungan sosial tanpa memprioritaskan sekat berdasarkan pemahaman masing-masing. Dapat disumpulkan bahwa masyarakat Desa Air Petai konsisten memegang teguh sikap toleransi beragama disemua kalangan tanpa terkecuali.
Tinggalkan Balasan