Oleh: Muhammad Faiz Isra, M.Pd.

Universitas Muhammadiyah Bengkulu melepas sebanyak 472 wisudawan dalam upacara Wisuda Sarjana, Profesi Ners dan Pascasarjana Periode Mei 2024, menurut Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek setiap tahunnya ada 1,4 juta lulusan sarjana. Dengan angka yang sedemikian besar, value apa yang menjadi unggulan lulusan PTM/A?

Ilmu dalam Perspektif Agama

Jika kita mengacu pada al Qur’an kata ilmu terulang sebanyak 854 kali. Keutamaan ilmu juga menjadi peristiwa historis dalam proses penciptaan manusia. “Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya…” (Qs Al Baqarah : 31). Islam sebagai agama yang menempatkan ilmu sebagai unsur yang sangat mulia. “Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat” (Qs Al Mujadilah : 11) penguasaan terhadap ilmu menjadikannya dirinya memperoleh kemuliaan baik dihadapan sesama manusia maupun dihadapan Allah Swt.

Dalam perjalanan hidup manusia ilmu yang diwariskan menjadikannya amal jariah yang akan terus mengalir pahalanya walaupun dirinya telah meninggal. Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dalam riwayat Muslim: “Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga: yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan doa anak sholeh yang berdoa baginya”.

Teringat nasehat Buya Hamka “Kita sudah mati hancur dikandung tanah, Tapi masih hidup. Dalam umur yang sekian pandeknya kita lalui di dunia, dia bisa kita panjangkan. Dengan apa? Dengan sebutan, dengan amal, dengan bekas tangan, dengan Iman dan amal saleh. Sesuai dengan apa yang disebut dalam pantun Melayu. Pulau pandan jauh di tengah, dibalek pulau angsa dua. Hancur badan dikandung tanah, Budi yang baik terkenang jua” Hamka juga mengatakan bahwa manusia sejatinya memiliki umur yang kedua. Setelah kematiannya namanya akan keluar dari kuburnya, disebut oleh orang-orang, inilah umur kedua bagi manusia. Tetapi kita yang harus mempersiapkan, sebutan itu diiringi kebaikan atau justru sebaliknya.

Budaya Keilmuan dalam Muhammadiyah

Muhammadiyah sebagai gerakan sosial keagamaan menempatkan pendidikan sebagai ujung tombak dalam upaya peningkatan sumber daya manusia. KH Ahmad Dahlan memulai gerak pendidikan Muhammadiyah sebagai alternativ atas penyelenggaraan pendidikan yang dikembangkan oleh Hindia Belanda saat itu. Pada tahun 1911 KH Ahmad Dahlan mendirikan Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah (MIDI) bertempat di rumahnya.

Lembaga pendidikan Muhammadiyah yang terdiri dari berbagai jenjang serta tersebar dipenjuru negeri menghasilkan jutaan lulusan. Dalam Rakernas MPKSDI di Makasar 2023 yang lalu disampaikan bahwa Amal Usaha Muhammadiyah, Perguruan Tinggi Muhammadiyah/Aisyiyah salah satunya merupakan salah satu jalur kaderisasi Muhammadiyah. Mereka yang pernah mengemban pendidikan di Muhammadiyah dan Aisyiyah menjadi bagian dari kader akademis Muhammadiyah.

Teringat petuah KH Ahmad Dahlan “Muhammadiyah sekarang ini lain dengan Muhammadiyah yang akan datang, maka teruslah kamu bersekolah, mennuntut ilmu dimana saja. Jadilah Guru, kembalilah kepada Muhammadiyah. Jadilah Dokter, kembalilah kepada Muhammadiyah. Jadilah Master, Insinyur dan lain-lain dan kembalilah kepada Muhammadiyah”. Ungkapan tersebut menjadi semangat diaspora kader akademis Muhammadiyah.

Sejak kelahirannya Muhammadiyah berpendirian Ilmu alamiah, amal ilmiah. Bahwa ilmu yang dimiliki mesti diamalkan dan amal yang dilakukan mesti bersifat ilmiah tidak sekedar sebagai pengikut buta. Hal ini menunjukkan semangat pencerahan bahwa mereka yang terdidik harus menjadi pendidik bagi kalangannya. Keilmuan yang dimiliki mesti melahirkan amal yang bermanfaat bagi orang-orang disekitarnya tentu dengan pertimbangan keilmuan. Semangat ini yang mesti dimiliki oleh lulusan perguruan tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah.

Penulis merupakan Dosen LPPI UMB dan alumni Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah

Kirim Pesan
Selamat ya sob, kamu sudah terhubung dengan admin Universitas Muhammadiyah Bengkulu, segera kirim pesanmu ya sob dan tim kami akan segera membalas.