Andi Azhar, Ph.D dosen muda Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Bengkulu (UMB), sukses sebagai penerima hibah kolaborasi penelitian internasional bersama seorang profesor dari Chihlee University of Technology, Taiwan. Kolaborasi ini menjadi tonggak penting bagi UMB untuk memasuki peta global dalam riset lintas negara.
Penelitian yang diajukan Andi dan mitra Taiwan-nya mengangkat topik yang sangat kontekstual dan relevan dengan dinamika geopolitik saat ini. Judul riset mereka cukup provokatif namun penting: “Ethical Branding in a Polarized World: How the Gaza Conflict Reshaped Consumer Activism (2023–2025)”. Dalam studi ini, mereka akan membedah bagaimana konflik kemanusiaan berdampak pada perilaku konsumen, khususnya dalam bentuk aksi boikot.
Konflik Israel-Palestina, yang kembali memanas dan menyedot perhatian dunia sejak 2023, menjadi latar utama dari riset ini. Serangan Israel ke wilayah Gaza yang menewaskan ratusan ribu warga sipil memicu solidaritas luas dari masyarakat dunia, termasuk melalui gerakan boikot produk yang diasosiasikan dengan Israel. Fenomena ini, menurut Andi, bukan sekadar ekspresi kemarahan, melainkan bentuk perlawanan etis berbasis kemanusiaan.
Andi menjelaskan bahwa riset ini merupakan bagian awal dari payung besar penelitian bertajuk Humanity-Motivated Solidarity Brand Boycott. Rangkaian penelitian tersebut bertujuan mengkaji bagaimana konsumen, sebagai aktor ekonomi, mengambil posisi moral terhadap perusahaan atau merek yang dinilai terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia. Riset ini tidak hanya sangat penting secara akademik, tetapi juga membawa pesan kuat soal kemanusiaan.
Menurut Andi, dunia kini tengah menyaksikan pergeseran cara masyarakat menyuarakan keprihatinan dan dukungan terhadap isu-isu global. Tidak semua orang bisa turun ke jalan, apalagi terlibat dalam aksi nyata di medan konflik. Namun, lewat keputusan membeli atau tidak membeli suatu produk, masyarakat bisa menunjukkan sikap dan solidaritas. Inilah titik penting yang ingin digali dalam riset tersebut.
Secara konseptual, riset ini berupaya menggabungkan teori perilaku konsumen, etika bisnis, serta studi konflik sosial-politik global. Salah satu hal yang menarik adalah bagaimana konsumen modern mulai menuntut merek-merek besar untuk bersikap terhadap isu-isu kemanusiaan. Konsumen tidak lagi hanya membeli barang, tapi juga membeli nilai-nilai yang diyakini mereka bawa atau perjuangkan.
Riset berjudul. “Ethical Branding in a Polarized World” menggambarkan kondisi dunia yang semakin terbelah akibat isu-isu global, dan bagaimana mereka harus menavigasi reputasi mereka di tengah ketegangan geopolitik. Sementara subjudul “How the Gaza Conflict Reshaped Consumer Activism” menunjukkan fokus kajian pada dampak langsung konflik Gaza terhadap gerakan boikot konsumen.
Andi menegaskan bahwa penelitian ini tidak bersifat sepihak atau propaganda, melainkan ilmiah dan berbasis data. Ia dan timnya akan melakukan survei, analisis media sosial, hingga studi kasus pada sejumlah merek global yang menjadi target boikot. Termasuk melihat bagaimana perusahaan-perusahaan tersebut merespons tekanan publik dan strategi komunikasi yang mereka ambil.
Sejumlah merek besar diketahui sempat mengalami penurunan penjualan drastis di berbagai negara akibat dugaan keterlibatan atau afiliasi dengan entitas yang mendukung Israel. Di sisi lain, muncul pula merek-merek alternatif lokal yang mendapat dukungan sebagai bentuk keberpihakan terhadap Palestina. Pola ini yang hendak diteliti secara sistematis oleh Andi dan koleganya.
Andi menyebut bahwa mereka akan menelusuri bagaimana gerakan boikot ini berbeda antar negara. Di Indonesia misalnya, gerakan boikot sangat kental dengan nuansa keagamaan dan semangat solidaritas. Sementara di negara lain, bisa saja lebih kuat diwarnai isu HAM, politik, atau bahkan identitas nasional. Kompleksitas inilah yang menjadikan riset ini sangat menarik secara akademik.
Dosen muda energik yang juga Kepala Kantor Urusan Internasional UMB ini menambahkan bahwa kolaborasi riset ini membuka peluang besar bagi UMB untuk terus meningkatkan jejaring internasional. Andi berharap kolaborasi ini bisa menjadi pintu masuk untuk kerjasama-kerjasama riset di bidang lain seperti ekonomi digital, perubahan iklim, dan pendidikan.
Ditanya soal tantangan terbesar dalam riset ini, Andi menyebut isu sensitivitas politik dan ideologi sebagai tantangan utama. Membahas konflik Gaza dan boikot terhadap merek global tentu mengandung risiko. Namun ia yakin, dengan pendekatan ilmiah dan objektif, riset ini tetap bisa membawa dampak positif tanpa harus menjadi alat provokasi.
Penelitian ini dijadwalkan berlangsung selama satu tahun, mulai pertengahan 2025 hingga pertengahan 2026. Dalam perjalanannya, tim peneliti juga akan melibatkan mahasiswa sebagai asisten riset agar transfer pengetahuan dapat terjadi lebih luas.
Kegiatan lapangan akan difokuskan di Indonesia dan Taiwan, dengan kemungkinan diperluas ke negara lain di Asia Tenggara. Peneliti akan memanfaatkan metode kuantitatif dan kualitatif untuk mendapatkan gambaran utuh tentang bagaimana konflik global mempengaruhi pilihan konsumen. Termasuk bagaimana nilai-nilai kemanusiaan diterjemahkan dalam keputusan ekonomi sehari-hari.
Andi mengaku optimistis bahwa riset ini akan menjadi tonggak penting dalam studi konsumen etis. Ia pun berharap dapat menghasilkan teori baru yang bisa digunakan oleh para akademisi dan praktisi pemasaran untuk memahami pasar yang makin sensitif terhadap isu moral dan politik.


